Selasa, 22 Maret 2016

Cerita "Baheula" (mengenang kepergianya)



Melacak mundur menyusuri lorong waktu masih teringat  cerita "baheula" yang selalu dikisahkan ibuku di waktu kecil. Kisah beliau diwaktu masa pendudukan Belanda ataupun pendudukan Jepang selalu menemaniku disaat menjelang tidur malam, apalagi dulu sering mati listrik. Dari mati listrik inilah kisah ini dimulai,  menurutnya jaman dulu belum ada listrik , saat malam tiba semua gelap gulita hanya ditemani nyala “cempor” kecuali saat tiba bulan purnama ibuku dan teman temannya menyambutnya dengan penuh suka cita bermain main sepuasnya disaat terang bulan, permainanan tradisional yang mereka mainkan seperti ; “cing sumput”, door doran, sep dur, udag udagan, dadaluan, englek dan banyak lagi. Saat itu kehidupan masih keadaan  normal sampai saat tentara jepang datang semuanya jadi tidak merasa aman penuh dengan ketakutan , tatanan kehidupan menjadi kacau. Saat Tentara jepang datang pertamakali menginjak kakinya di Majalengka, mereka disambut gembira oleh masyarakat Majalengka karena mereka dianggap “sodara Tua” yang akan membebaskan dari cengkraman penjajah Belanda. Seiring waktu  niat busuk  mereka datang, akhirnya terbongkar juga bahkan perilaku tentara Jepang lebih kejam dari tentara Belanda. Banyak anak anak gadis menjadi korban tentara jepang, pemuda pemuda banyak yang  menjadi budak budak pekerja, sementara persedian bahan makanan seperti beras, jagung ubi umbian dan lain lain mereka angkut keluar daerah pada saat malam hari. Saat malam hari ini pada jaman jepang diberlakukan jam malam , rakyat tidak boleh keluar malam kalau tidak ingin kena tembak tentara Jepang, padahal menurut ibuku saat jam malam inilah tentara jepang mengangkut bahan makannan yang tersimpan di gudang desa (dulu balai Desa Majalengka kulon terletak depan mesjid agung atau samping Sekolah rakyat atau bertetangga dengan rumah kakekku) jepang memerintahkan seluruh masyarakat Majalengka kulon menyetorkan sebagian bahan makanan digudang desa untuk membantu ”sodara tua”, banyak terjadi kelaparan dimana mana bahkan batang pisang “gedebong cau “dijadikan bahan penganan, nasi campur jagung ataupun dedakpun jadi, bahan pakaianpun sulit didapat walaupun ada berbahan pakain seperti karet yang terasa panas dan gatal dikulit, kalau kata ibuku disebut  “baju kadut” entah apa maksudnya belum sempat bertanya? Ada yang tahu?. Tiga setengah  tahun sudah Jepang berkuasa tiba saatnya Jepang mengalami kekalahan perang Asia Timur raya dari tentara sekutu akhirnya Jepang angkat kaki  dari bumi Majalengka meninggalkan kekacauan, ketakutan dan kesengsaraan rakyat Majalengka.
Setelah Jepang meninggalkan Indonesia , Indonesia mengalami masa revolusi dimana setelah Indonesia mengumumkan kemerdekaanya lewat Bapak Soekarno Hatta penjajah Belanda berusaha untuk kembali menjajah dengan membonceng tentara sekutu yang berdalih untuk melucuti tentara Jepang. Tapi hal ini mendapat perlawanan dari seluruh rakyat Indonesia umumnya dan rakyat di majalengka pada khususnya.

 

Tentara Belanda membagi bagikan makanan di satu daerah
Tentara Belanda Membagikan Makanan

Pertamakali Tentara NICA sebutan untuk tentara Belanda datang ke Majalengka,di alun alun majalengka menurut ibuku , Tentara Nica datang membagi bagikan bahan makanan seperti roti – roti yang besar, keju , mentega ,kornet,sarden dan kue kaleng lainnya produksi Belanda , mereka berusaha menarik simpati hati rakyat majalengka. Sementara para pejuang menyingkir kegunung atau bukit bukit seputar Majalengka,  baru setelah malam tiba para pejuang turun gunung menyerbu ke kota Majalengka.  di tempat tinggal ibuku,  yang berada di seputaran alun alun majalengka ,seringkali terjadi kontak senjata, suara dentuman meriam , mortir atau suara desingan peluru sudah tidak asing lagi didengar, bahkan pernah beberapa kali melihat peluru mortir jatuh dari langit ke belakang pendopo kabupaten majalengka(rumah kakek;berdampingan/dekat pendopo) tapi untungnya mortir  atau bom itu tidak meledak! entah apa jadinya kalau terjadi mungkin tulisan inipun  tidak pernah ada?! Menurut ibuku didalam rumah yang berlantai masih tanah  ada tempat lobang perlindungan ukuran setengan meter ke dua meter dengan kedalaman setengah meter, yang berfungsi melindungi ibu dan anggota keluarga lainnya dari kontak senjata antara pejuang dan tentara Belanda mungkin semacam bungker. Saat malam tiba dalam keadaan gelap gulita tidak boleh ada cahaya apapun karena bisa berbahaya untuk keselamatan,  ibuku dan anggota keluarganya bersiap siap masuk kelobang itu untuk berlindung. Adakalanya disaat genting dan berbahaya keluarga ibu pergi ke gunung tilu untuk evakuasi  karenanya jaman itu disebut juga “jaman pakoasi” . keadaaan genting dan berbahaya jikalau ada serangan besar besaran dari tentara penjuang atau tentara Belanda. Adakalanya mendapat informasi dari penjuang yang kenal dekat atau masih bersaudara dengan keluarga ibu  ataupun dari serdadu Belanda itu sendiri, saat itu nenekku berdagang kue dan selain itu kakekku berkebun juga membuka usaha binatu yaitu mencuci dan nyetrika pakaian serdadu Belanda, ibu kecil sering melihat serdadu Belanda hilir mudik dipekarangan rumah, atau masuk rumah. Baik membawa mobil jeep atau “kelir” datang dan pergi mengambil pakaian tentara yang sudah atau belum dicuci. Ada cerita, Satu kali ada saudara ibu yang yang jadi pejuang datang berkunjung sementara serdadu belanda datang mengambil pakaian keteganganpun terjadi, untungnya disiang hari mereka tidak saling mengenal meskipun malam harinya mereka berperang kontak senjata.  sekian dulu ,cerita "baheula" ini saya tulis untuk mengenang ibu yang sudah ada bersamaNya ,semoga dilapangkan dan diterangkan kuburnya amin, Wassalam.




catatan ; dirumah kecil  yang beralaskan tanah ada tempat berlindung semacam bungker, masih percaya kalau ditempat kediaman para panggede tempo dulu semacam rumah Assisten Residen dan rumah dinas Bupati tempoe doeloe tidak mempunyai tempat berlindung atau bungker ? coba saja!!!  

 

Jumat, 11 Maret 2016

Poto Majalengka DoeloeSekarang


















                                                                            

Kamis, 10 Maret 2016

Sejarah Mesjid Agung Al Imam Majalengka



Dahulu Mesjid Al Imam sebelum menjadi mesjid Agung kabupaten Majalengka adalah sebuah mesjid kecil, Pada awalnya sekitar tahun 1884 mesjid ini  hanyalah mesjid dalam bentuk panggung yang berada  sebelah barat alun alun di Desa Majalengka kulon atau sebelah kiri depan  balai desa Majalengka kulon(sebelum di pindahkan).   Pemberian nama mesjid berawal dari keluarga KH.Imam Safari (Kakek dari KH. Abdul Halim)  yang mewakafkan sebagian tanahnya  untuk dibangun sebuah tempat ibadah sehingga untuk mengenangnya maka mesjid ini diberi nama Mesjid Al Imam. Mesjid ini telah mengalami beberapa kali  renovasi sampai kebentuknya mesjid yang sekarang. Berkat prakarsa Kyai Imam Safari yang saat itu menjabat sebagai penghulu kabupaten, mesjid itu kemudian direnovasi. Pengganti Kyai Imam Safari yakni Kyai Hasan Basyari sekitar tahun 1888 juga melakukan renovasi namun tidak merubah bentuk .Baru pada tahun 1900 dibawah pimpinan Bupati Raden Mas Salam Salmon dengan penghulu kabupaten Kyai Haji Muhammad Ilyas terjadi perubahan secara menyeluruh hingga mesjid yang tadinya berbentuk panggung dirubah menjadi lantai.


Bentuk mesjid tahun 50an menurut sumber cerita , masih sangat sederhana bangunan mesjid ada dua lokal dengan dua atap tersambung, dilokal yang pertama ada empat tiang tinggi persegi  dari kayu jati yang kokoh menopang ruang diatas seperti tingkat atau loteng yang disertai tangga untuk keatas,  ini bukan loteng tapi hanya sekedar ruang tempat bedug atau pengeras suara lainnya kemudian sekeliling mesjid dipagari dari besi dengan bentuk sederhana dari tiang satu ke tiang lainnya, diatas bangunan ada semacam tanda mesjid terbuat dari gerabah buatan plered berbentuk segitigabulatpanjang terletak diatap mesjid .(penulis mencoba untuk menggambarkannya berdasarkan keterangan yang didapat tentang mesjid Al Imam tahun 1950an)    

Mesjid Al-Imam kemudian mengalami perombakan total terjadi pada tahun 1967 pada masa Bupati Kolonel Rd. Anwar Sutisna dan dilanjutkan oleh Bupati Rd.Saleh Sediana.Mesjid yang tadinya hanya satu lantai berubah bentuk menjadi dua lantai .
Perombakan total mesjid tersebut memakan waktu yang cukup lama ,secara keseluruhan pembangunan Mesjid Al-Imam baru dapat dituntaskan pada tahun 1977.Pada masa kepemimpinan Bupati Haji Rd.E.Djaelani SH pada tahun 1984 mesjid ini dirobak sekaligus diperluas agar bisa menampung jamaah lebih banyak.

Pada tahun 1990 Mesjid Al-Imam terus dipercantik dengan merubah bentuk atapnya menjadi bentuk kubah.Dan terakhir pada tahun 2003 pada masa kepemimpinan Bupati Hj.Tutty Hayati Anwar.SH.M.Si.,dilakukan renovasi bagian dalam dan pembangunan empat buah kubah .
 




Selasa, 06 Oktober 2015

Kepahlawanan Bagus Rangin



Bagus Rangin dilahirkan pada sekitar tahun 1761. Ayahnya adalah Kiai Sentayem, seorang ulama yang berilmu tinggi dan memiliki banyak murid, termasuk Bagus Rangin dan saudara-saudaranya. Maka sejak kecil Bagus Rangin dididik dalam lingkungan yang relijius. Bagus Rangin juga belajar ilmu umum serta ilmu beladiri. Selain kepada ayahnya, Bagus Rangin belajar agama - terutama dalam bidang tarekat - kepada seorang ulama Banten yang dijuluki Rama Banten.

Hasil dari pendidikan yang dia terima membuatnya dikenal sebagai orang yang soleh dan berani menegakkan kebenaran, serta tidak sungkan membantu orang yang membutuhkan pertolongannya. Namanya kemudian terkenal dan disegani masyarakat, hingga terdengar sampai ke pusat pemerintahan di Cirebon. Maka oleh Sultan Cirebon Bagus Rangin diberi kepercayaan untuk menjadi pemimpin daerah kabagusan Jatitujuh dengan pangkat Senapati.



Pada waktu itu kehidupan rakyat sangat susah karena dibebani berbagai kewajiban, seperti membayar berbagai macam pajak (pajak tanah, pajak hasil tani, dan lain-lain), menyerahkan upeti kepada pejabat, juga menjalani kerja paksa dan kerja desa. Apalagi setelah tanah-tanah di desa banyak yang disewakan kepada Belanda dan Cina. Bukan hanya lahan garapan yang disewakan, tetapi juga dengan rakyatnya. Rakyat diperas tenaganya untuk mengolah lahan disamping harus membayar pajak yang lumayan besar.

Kehidupan rakyat yang makin sengsara menimbulkan keinginan mereka untuk berontak. Maka dengan dipimpin oleh Bagus Rangin, rakyat Palimanan melakukan perlawanan terhadap Belanda serta kepala daerah yang menjadi antek Belanda. Pasukan Bagus Rangin berjumlah sekitar 300 orang yang dibantu oleh adiknya, Bagus Serit dari Jatitujuh. Dalam gerakan ini Bupati Palimanan Tumenggung Madenda, Asisten Residen Belanda, serta pembesar dan pasukannya, termasuk tuan tanah Cina, menjadi korban. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1805 (atau 1806?).



Gerakan Bagus Rangin didukung tokoh masyarakat dari beberapa daerah. Karena itu dalam perlawanan selanjutnya Bagus Rangin mendapat bantuan dari berbagai daerah lain baik berupa tenaga, senjata, maupun logistik.


      
 Untuk memberantas gerakan pimpinan Bagus Rangin, Gubernur Jenderal Kompeni A.J. Wiese menugaskan Nicolaes Engelhard untuk memimpin pasukan kompeni menyerang markas Bagus Rangin di Jatitujuh. Pasukan Belanda dibantu oleh beberapa pasukan pribumi yang berasal dari Sumedang, Karawang, Subang, Cirebon, serta Madura. Pasukan Bagus Rangin sendiri mendapat bantuan dari beberapa daerah seperti Sumedang, Cirebon, Majalengka, Indramayu, dan Kuningan hingga berjumlah 40.000 orang. 
     

Beberapa kali pertempuran menimbulkan korban yang tidak sedikit, baik dari pihak Bagus Rangin maupun Belanda. Di pihak Bagus Rangin ada yang tertangkap, sebagian lagi mundur dan bersembunyi. Bagus Rangin sendiri bisa lolos dari kepungan musuh dengan sebagian anak buahnya. Akhirnya beliau nyepi di Pasir Luhur, sebuah gunung kecil yang sekarang menjadi batas antara Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Cilacap. 

Disana ia berpikiran bahwa sasaran perjuangan harus diubah, tidak hanya mendukung Raja Kanoman Pangeran Suriawijaya untuk menjadi Sultan, karena kedudukan sultan sangat tergantung kepada kebijakan pemerintah Hindia Belanda. Raja Kanoman pernah dibuang ke Ambon oleh Belanda pada tahun 1802. Setelah dibebaskan dan dijadikan sultan di Cirebon pada tahun 1808, dua tahun kemudian dipecat oleh Gubernur Jenderal H.W. Daendels karena sikap dan tindakan Raja Kauman dianggap melawan pemerintah kolonial. Bagus Rangin beranggapan bahwa sebisa mungkin harus berdiri negara sendiri. Negara tersebut dinamai Pancatengah dengan pusatnya di Bantarjati, pinggir sungai Cimanuk, tidak jauh dari Jatitujuh. Ia meyakinkan bahwa dengan berdirinya negara sendiri tidak akan ada kerja paksa dan pungutan paksa. 

Pada 1810 pihak kolonial mengirim pasukan yang dibantu oleh pasukan dari beberapa kabupaten untuk menumpas Bagus Rangin di Bantarjati. Maka terjadi perang yang menyebabkan banyak pasukan tewas, terutama dari pihak Bagus Rangin. Bagus Rangin dan anak buahnya terdesak hingga terpaksa mundur menuju Desa Panongan. 

Pada tahun berikutnya wilayah nusantara berada dibawah kekuasaan Inggris, yang di wakili oleh Letnan Gubernur Jenderal T.S. Raffles. Bagus Rangin beranggapan bahwa pemerintahan Raffles pasti tidak akan berbeda dengan penjajah sebelumnya. Maka iapun tetap mengumpulkan kekuatan untuk meneruskan perjuangannya.

     
 Pada 16-29 Februari 1812 pecah lagi perang di Bantarjati. Karena jumlah pasukan dan senjata yang tidak seimbang, kekalahanpun berada di pihak Bagus Rangin. Mereka terdesak mundur sampai di daerah Panongan. Disanalah akhirnya Bagus Rangin tertangkap pada 27 Juni 1812. Beliau gugur setelah dijatuhi hukuman mati.
    




 Catatan :
·         Waktu pertempuran di Bantarjati,  pasukan Bagus Rangin terdesak disatu daerah oleh pasukan yang dipimpin Dalem Karawang. Pasukan Bagus rangin lari tunggang langgang sehingga kepinggir sungai Cimanuk , mereka meloncat ke Ranca (Sunda) yang ada disisinya, sehingga saat ini daerah tersebut dinamai dengan Rawa Jawura( Dumeh balad Bagus Rangin  di dinya Mancawurana, diubrak abrik ku balad musuh terus brasbrus kana ranca =Sunda) 




·        Benarkah  Ki Bagus Rangin di bantu Serdadu Prancis?

                
                             
Bedasarkan Catatan Perwira Inggris yang ditulis dalam sebuah buku . Pada tanggal 4 Agustus 1811, Seratus buah kapal Inggris mendarat di Batavia dengan 12.000 serdadu Inggris untuk membawa misi dari English East India Company. Diantara mereka ada seorang perwira, Major William Thorn (Thorn,1993:124), yang dalam bukunya mencatat mengenai pemberontakan tersebut sebagai berikut :
"....Sementara itu perhatian pemerintahan Inggris beralih kepada pemberontakan yang patut diperhitungkan yang dilakukan oleh Bagoos Rangin. Dia telah mengumpulkan kekuatan di daerah perbukitan di Indramaju. Pemberontak yang berkekuatan besar ini banyak diantaranya adalah desertir dan pelarian dari serdadu Perancis yang melarikan diri setelah pertempuran Cornelis. Kepala pemberontakan ini selama 6 tahun telah berhasil melepaskan diri dari usaha penangkapan oleh pemerintahan Belanda, dia telah dianggap oleh pengikutnya sebagai nabi atau pendeta agung. Kefanatikan ini menyebabkan tidak goyahnya dukungan rakyat kepadanya walaupun pada waktu itu pemerintah mengiming-imingkan hadiah bagi penangkapan nya. Pada saat ini dia telah menguasai beberapa desa dan maju terus mengancam kota dan benteng Indramaju. Untuk menghadapinya, satu detasemen dari Bengal Sepoy dibawah Capt. Pool segera dikirim dari Batavia untuk memperkuat garisun yang ada. Kemudian detasemen lain yang terdiri dari orang-orang Eropah dan pribumi dibawah pimpinan Capt. Ralph dari His Mayesty's 59 Regiment menyusul, dengan perintah untuk menghancurkan arus yang sudah tidak tidak terkendali itu.
Capt. Ralph dan detasemennya akhirnya menjumpai, dengan tidak disangka-sangka, dengan para pemberontak itu d’alam jumlah yang besar. Lebih dari 2000 musqueteers (serdadu infantri) berbaris ditepi kali melepaskan tembakannya kepada pasukan Inggris, dan kemudian mereka datang mendekat sehingga pertempuran satu lawan satu tidak dapat dihindarkan lagi. Dalam pertempuran ini banyak yang luka-luka dan mati hingga akhirnya pasukan pemberontak itu melarikan diri. Kerugian di fihak Inggris tidak berarti dimana seorang calon prajurit dari Resimen ke-59 terbunuh, dan Capt. Jones dari Bengal Service dan beberapa calon prajurit lainnya luka-luka. Bagoos Rangin sendiri dapat meloloskan diri. Belum selesai dengan masalah ini, kami harus meninggalkan pulau Java dan mengalihkan perhatiannya ke pulau Sumatra ....dst".

·        Keberadaan tentara Prancis atau pasukan Napoleon dijawa di buktikan dengan  diketemukannya meriam didaerah Menes Pandeglang Banten tahun 1998 selain itu ditemukan pula Topi Baja dengan inskripsi yang terpahat dibelakang didekat kulas terdapat tulisan Fait Paar brazin le Arsenal de paris 1812. Selain itu pertempuran di meester cornelis (Jatinegara =Sekarang) antara Pasukan Inggris yang berpusat di Malaya dengan pasukan Belanda dibantu Prancis ( Perang Napoleon Di Jawa)